Analisis Keputusan Pemilihan Konstruksi Perkerasan Jalan Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
1. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu dihadapi oleh setiap pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan alternatif yang terbaik. Untuk suatu persoalan yang sederhana menentukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalamai kesulitan, tetapi untuk sistim yang kompleks diperlukan metode tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep sistim tersedia metodologi untuk menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistim yang pada garis besarnya adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian resiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan simulasi, atau metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar pengalaman. (Soeharto Imam,1995).
Analisis sistem adalah proses mempelajari suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara matematis,untuk menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun prosedur operasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis sistem ini tidak hanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu dan memudahkan pengambilan keputusan, analisis system acap kali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik, formulasi matematika, atau program komputer. Proses analisis system terdiri dari dari beberapa tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi, seperti terlihat pada gambar 2.1
Gambar 1 : Proses Analisis Sistem
Sumber :Imam Suharto (1995)
Pada tahap pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal dari ide tersebut dapat berupa konsep, kemudian dikembangkan dengan member-kan penjelasan perihal tujuan,lingkup, resiko dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini komponen sistem dan hubungan diantaranya diidentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.
Periode selanjutnya, adalah tahap analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada tahap ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan. Tahap akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba dalam praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.
Dari proses diatas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan waktu untuk menyelesaikan langkah- langkah yang diperlukan sebelum sampai kepada suatu kesimpulan,tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten.Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam alternatif,maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dibandingkan pertim-bangan yang bersifat intuitif/pengalaman.
2. Dasar Teori Perencanaan Konstruksi Perkerasan Jalan
Perencanaan tebal perkerasan jalan baru, peningkatan maupun rehabilitasi jalan umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu:
- Metode empiris, metode ini dikembang-kan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada.
- Metode teoritis, metode ini dikembang-kan berdasarkan teori matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas.
Perencanaan tebal perkerasan dengan metode empiris sebaiknya dilakukan tidak hanya menggunakan satu metode saja tetapi beberapa metode.Hasil perencanaan akhir diperoleh dari hasil studi perbandingan dengan memperhatikan biaya konstruksi awal, life cicle cost, pemeliharaan,tenaga kerja, kemungkinan tersedia material yang diperlukan, asumsi yang diambil pada setiap metode, dan kondisi lingkungan.
Dalam penelitian ini untuk perencanaan tebal perkerasan jalan digunakan 3 (tiga) metode empiris yaitu Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73, Metode Giroud-Han dari USA, Tahun 2004, dan Metode Analisa ZTVE StB dari Jerman, Tahun 1994
3. Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73
Metode Analisa Komponen SKBI.2.3.36.1987 UDT : 625.73 merupakan metode yang bersumber dari dari metode AASHTO’72 dan modifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan penyempurnaan dari Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD /B/1983. Dengan demikian rumus dasar metode ini diambil dari rumus – rumus dasar metode AASHTO’72 revisi 1982. Adapun prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan sebagai mana ditunjukkan di dalam gambar 2.2
Sumber : Dirjen Bina Marga
4. Metode Giroud - Han dari USA, Tahun 2004
Metode Giroud – Han ( USA)/2004, ini merupakan metode yang bersumber dari The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.Yang dipublikasikan lagi dengan judul Subgrade Improvement for Paved and Unpaved Surfaces Using Geogrids oleh Stephen Archer, PE edisi Oktober 2008. Didalam perencanaan konstruksi perkerasan jalan dengan metode ini merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yaitu metode: Giroud dan Noiray (1981) dan Giroud et al. ( 1985)., dimana dalam metode ini dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan subgrade/ tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan.
Metode ini dipergunakan untuk Perumusan teori Disain lapisan konstruksi perkesaran jalan dengan geosynthetic, ditemukan oleh , J.P. Giroud, Ph.D., dan Jie Han, Ph.D., yang diterbitkan The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
Rumus berikut digunakan untuk memperkirakan ketebalan lapisan pondasi base course yang diperlukan ( h) untuk serviceability guna mendukung tanah dasar akibat beban kendaraan. Di dalam penggunaan rumus ini, pihak perencana dapat menghitung ketebalan lapisan base course dengan ketebalan ( h):
Rumus : Giroud-Han(2004)
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical andGeoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
dimana :
‘h = Ketebalan lapisan base course (m)
J = Stabilitas Modulus Geogrid ( m – N/degree)
N = Jumlah kendaraan sumbu terberat
P = Beban Kendaraan ( kN)
‘r = Luas bidang sentuh roda kendaraan (m)
CBRsg = California bearing ratio (CBR) subgrade soil
CBRbc = CBR base course
s = tebal minimum urugan base course (102mm)
fs = factor equal 75 mm
fc = factor equal 30 kPa
Nc = bearing capacity factor, dimana
Nc = 3.14 dan J = 0 untuk unreinforced base course; Nc = 5.14
J = 0 untuk geotextile-reinforced base course; Nc = 5.71
J =0.32 m-N/degree untuk Tensar BX1100-reinforced base course;
Nc = 5.71
J = 0.65 m-N/degree untuk Tensar BX1200- reinforced base course.
5. Metode ZTVE StB dari Jerman , Tahun 1994
Metode ZTVE StB( Jerman)/1994, ini merupakan metode yang bersumber dari terjemahan Artikel langsung dari paper yang diterbitkan dengan judul ‘Dimensionierung von Oberbauten von Verkehrsflächen unter Einsatz von multifunktionalen Geogrids zur Stabilisierung des Untergrundes’yang diperkenalkan di konferensi on geosynthetics ‘Kunststoffe in der Geotechnik’, di Technical University Munich, March 1999. Dimuat lagi dalam Jurnal Teknologi dengan judul Design methods for roads reinforced with multifunctional geogrid composites for subbase stabilization oleh N. Meyer, Fachhochschule Frankfurt am Main, Germany, dan J.M. Elias, Colbond Geosynthetics, Arnhem, the Netherlands, dimana dalam metode ini dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan subgrade/tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan, sekaligus perhitungan angka keamanan (safety factor), terhadap hasil perencanaan perhitungan tebal perkerasan konstruksi jalan. Untuk mendisain konstruksi lapisan permukaan jalan di Jerman menggunakan metode/program standar RSTO 86/89. Desain jalan pada umumnya menggunakan konstruksi beberapa lapisan dengan ketebalan berbeda, total ketebalan lapisan konstruksi jalan dihitung keseluruhan dalam metode ini, tetapi lapisan permukaan tidak mempunyai pengaruh terhadap bearing kapasitas, dan hanya berfungsi untuk menyebar beban. (mekanismenya dapat dilihat digambar 2.12).
Gambar 2.3. Situasi Gaya dan Tekanan Pada Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and GeoenvironmentalEngineering(2004)
Lapisan bagian atas menyangkut total struktur jalan elastis, yang dianggap sebagai isotropis dan berfungsi menyebarkan beban roda. Tidak punya pengaruh terhadap bearing kapasitas (daya dukung). Konstruksi lapisan permukaan dihitung menggunakan aspal. Dalam hal ini beban disebarkan ke semua arah sudut, sebagai lapisan atas (top layer) dan memiliki density tinggi. Untuk mengecek apakah struktur sudah kuat/stabil secara keseluruhan sesuai umur rencana jalan, bearing capacity(kapasitas daya dukung) maksimum urugan lapisan badan jalan dan daya dukung tanah dasar (sub soil harus dihitung dan harus dibandingkan dengan kondisi tekanan( stresses) kenyataan.
Faktor keamanan (FS) untuk mengecek kesetabilan adalah:
dimana :
Pf = Tekanan pada lapisan urugan (base course)
Py = Daya dukung lapisan urugan(base course)
Pe,s = Total tekanan pada lapisan tanah dasar
Pu = Daya dukung tanah dasar
Faktor Safety. 1(FS 1)
· Metode desain mengasumsikan lapisan permukaan elastis, yang tidak mempunyai efek pada kekakuan total struktur. Dalam kenyataan dilapangan tentu saja permukaan jalan (surface)memberikan kekuatan tambahan
· Compaction (pemadatan) lapisan base course (fill) yang berisi butiran kerikil kecil mungkin dapat menaikkan nilai daya dukung urugan sampai batas maksimum, dan terbatas atau tidak ada settlement urugan
Faktor Safety. 2 (FS 2)
Selama umur rencana konstruksi jalan, persamaan differensial setlemen boleh terjadi dilapisan subsoil (tanah dasar) yang memiliki nilai CBR rendah, dan akibat beban dynamic roda kendaraan. Geogrid dapat menaikkan nilai daya dukung tanah dasar, dan mengurangi settelmen, mekanisme kegagalan yang paling kritis. Karenanya harus memiiki faktor keselamatan lebih tinggi.
Catatan:
Untuk memberi nilai – nilai FS 1 dan FS sesuai tingkat keamanan .Mereka berpedoman pengalaman dan refrensi lain dan boleh juga sesuai dengan pilihan factor keamanan para perencana masing – masing, para perancang boleh memilih untuk mengadopsi factor keselamatan tergantung penerapan standar baku di negara–negara masing-masing.
Panduan Analisa Harga Satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008
Panduan analisa harga satuan(PAHS) merupakan buku panduan dalam pembuatan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) atau Owner’s Estimate bagi unsur pelaksana pengadaan jasa konstruksi.
Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu spesifikasi teknis, gambar disain dan komponen harga satuan,baik untuk kegiatan rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan jalan dan jembatan
Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)
Analytical Hierarchy Process(AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh Prof.Thomas L.Saaty dan dipublikasikan pada tahun 1980 dapat memecahkan masalah yang komplek, dimana kriteria dan alternatif yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas.
Metode AHP adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik yang bersifat nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang memperhitungkan juga adanya konflik ataupun perbedaan-perbedaan pendapat. Aplikasi AHP telah meluas dan tidak saja digunakan dalam bidang teknik, manajemen , dan bisnis.AHP juga mulai dikenal oleh para analis yang umumnya memberikan support bagi pemerintah dalam penentuan kebijakannya.
Kelebihan metode Analytical Hierarchy Process dibandingkan metode lainnya adalah :
- Dapat menentukan prioritas kebijakan tidak hanya dengan penilaian kuantutatif, tetapi juga dengan penilaian kualitatif;
- Mengurangi ambiguitas tujuan dan mengurangi potensi konflik antara tujuan ,spesifikasi , dan target;
- Dapat mengidentifikasi tujuan tersem-bunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain dengan menampakkan bobot dari masing-masing kriteria;
- Dapat mengidentifikasi kriteria yang digunakan dalam beberapa tingkat;
- Mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap penilaian kriteria;
- Mempunyai analisa konsistensi sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat dieliminer hingga sampai rasio yang ditolelir (10 %).
METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Adapun kerangka pemikiran yang melandasi konseptual dalam penelitian ini berdasarkan dokumentasi, pengamatan dari hasil kajian pustaka secara teori dan fakta yang bermanfaat sebagai alur pemikiran sistim analisis keputusan dalam pemilihan konstruksi perkerasan jalan.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian untuk metode Analitychal Hierarchy Process (AHP) ini dari responden yang memiliki latar belakang pendidikan teknik sipil,yang diambil dari Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden. Pemilihan responden Pejabat Eselon didasarkan atas beberapa hal, yaitu :
- Responden yang mengerti dan pengalaman tentang permasalahan teknis perencanaan konstruksi perkerasan jalan.
- Responden yang mengerti atau paham mengenai kondisi Jalan di Kabupaten Lamongan.
- Responden yang berpengaruh pada kebijakan untuk menentukan jenis konstruksi perkerasan jalan di Kabupaten Lamongan
3. Kerangka Konseptual
Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan harus selalu memperhatikan kompleksitas kriteria-kriteria dan pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan yang akan diterapkan pada perencanaan. Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan semakin rumitnya persoalan yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan.
Dalam kondisi demikian,solusi yang ideal dapat diperoleh dengan melakukan kajian antar kriteria untuk mendapatkan tujuan terbaik yang masih diterima oleh pengambilan keputusan(decision maker).Untuk itu diperlukan suatu strategi dan prosedur yang sistimatis untuk analisis dan evaluasi berbagai alternatif penyelesaian persoalan yang mungkin dapat ditempuh.
Proses pengambilan keputusan merupakan proses penyelesain masalah terkait dengan upaya pemilihan beberapa alternative pada cakupan pertimbangan criteria yang kompleks.Proses ini dimulai dengan identifikasi persoalan secara runtut. Selanjutnya adalah menetapkan kategori dan melakukan kuantifikasi tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan langkah atau tindakan untuk memperoleh penyelesaian persoalan.
Salah satu metode dalam pengambilan keputusan adalah analytical hierarchy process yang disingkat AHP.Metode AHP ini berperan dalam menstrukturkan kriteria -kriteria yang ada untuk suatu masalah pengambilan keputusan dengan banyak kriteria. Pengambilan keputusan perlu menentukan tingkat kepentingan antara kriteria-kriteria yang ada dengan memban-dingkan semua kombinasi kriteria yang mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria-kriteria yang ada. Selanjutnya urutan prioritas/rangking dari kriteria dapat disusun dengan mencari eigenvektor matrik tersebut.
Tiap alternatif diuji konsekuensi- konsekuensi (outcomes) yang ditimbulkan kemudian dinilai dengan masing-masing kriteria. Sehingga tiap alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil analisis eigen vektormatriks hubungan relatif nilai kepentingan diatas. Jumlah nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut. Pengambilan keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi nilainya.
Kriteria-kriteria Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan
Adapun kriteria-kriteria yang diguna-kan sebagai bahan pertimbangan pengam-bilan keputusan ini merupakan hasil dari observasi, interview/wawancara langsung dengan pihak Kepala Dinas, Pejabat Eselon III, dan Pejabat Eselon IV, maupun staf teknis di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan, adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Kompetensi Penyedia Jasa/ Kontraktor
2. Kriteria Jenis material alam yang akan digunakan sebagai material konstruksi jalan
3. Kriteria Kemampuan Dana Anggaran/ Biaya Pemerintah Daerah Kab. Lamongan;
4. Kriteria Methode Pelaksanaan
5. Kriteria Pengendalian dan Pengawasan
6. Kriteria Pasca Pelaksanaan konstruksi
Alternatif-Alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan
Berikut ini adalah alternatif-alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan yang dapat dipilih oleh pengambil keputusan dan kebijakan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan.
1. Konstruksi Laston - Agregat A - Agregat B;
2. Konstruksi Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement);
3. Konstruksi Beton(CBC) - Deltu;
4. Konstruksi Laston - Agregat B - Geotextile;
5. Konstruksi Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement) - Geotextile;
Sedangkan untuk perhitungan biaya menggunakan Panduan analisa harga satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.
Pembuatan Struktur Hierarki Model AHP
Tingkat /hirarki pemilihan jenis konstruksi adalah ukuran kualitatif untuk menentukan pilihan terbaik alternatif konstruksi jalan berdasarkan pertimbangan kriteria-kriteria yang ada di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
Tujuan akhir desain pengambilan keputusan dan kebijakan adalah ingin menghasilkan keputusan yang terbaik dalam hal pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan berdasarkan kriteria dan pertimbangan dari para pengambilan keputusan dan kebijakan di Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison)
Bobot masing-masing level kriteria didapat dari kuesioner yang diisi oleh responden yang memiliki latar belakang pendidikan teknis sipil dan berpengalaman dibidangnya, terdiri dari :Kepala Dinas PU. Kab. Lamongan , Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden. Jumlah responden sebanyak 7 responden.Nilai yang dipakai dalam pembobotan berpasangan ini adalah nilai rata-rata geometri responden yang dibulatkan ke atas.
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level kriteria yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sebagai berikut: Jika nilai elemen yang dibandingkan sangatdekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.
Tabel 4.1 Contoh Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
Goal
|
Kompetensi kontraktor
|
Material pondasi
|
Biaya
|
Metode Kerja
|
Pengawasan
|
Pasca konstruksi
|
Kompetensi kontraktor
|
1
|
9
|
9
|
7
|
7
|
9
|
Material pondasi
|
1/9
|
1
|
1
|
1/2
|
1/3
|
2
|
Biaya
|
1/9
|
1
|
1
|
2
|
1/3
|
3
|
Metode Kerja
|
1/7
|
2
|
½
|
1
|
1
|
4
|
Pengawasan
|
1/7
|
3
|
3
|
1
|
1
|
2
|
Pasca konstruksi
|
1/9
|
1/2
|
1/3
|
¼
|
½
|
1
|
Jumlah
|
1,61
|
16,50
|
14,83
|
11,75.
|
10,16
|
21,00
|
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.1 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk memilih kompetensi kontraktor sangat penting dibandingkan Jenis pondasi(base course)
Kepentingan relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan (normalized principaleigen vector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrix perbandingan berpasangan. Ini merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap barisnya.Sebagai contoh, bobot relatif yang dinormalkan dari faktor kompetensi kontraktor terhadap biaya dalam tabel 4.1 adalah 9/14,83=0.606, sedangkan bobot relatif yang dinormalkan untuk faktor metode kerja terhadap pengawasan dan pengendalian adalah 1/10,16 =0,098. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang dinormalkan dari contoh tabel 4.1. Eigen vektor utama yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.2 didapat dengan merata rata bobot relatif yang dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.2 : Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level kriteria
Goal
|
Kompetensi kontraktor
|
Material pondasi
|
Biaya
|
Metode Kerja
|
Penga-wasan
|
Pasca
kon-struk-si
|
Eigen-vector Utama
|
Kompetensi kontraktor
|
0,617
|
0,545
|
0,0674
|
0,5957
|
0,6885
|
0,4286
|
0,5804
|
Material pondasi
|
0,068
|
0,0606
|
0,0674
|
0,0426
|
0,328
|
0,0952
|
0,0612
|
Biaya
|
0,068
|
0,0606
|
0,0337
|
0,1702
|
0,0328
|
0,1429
|
0,0904
|
Metode Kerja
|
0,0882
|
0,1212
|
0,2022
|
0,0851
|
0,0984
|
0,1905
|
0,1028
|
Pengawasan
|
0,0882
|
0,1818
|
0,0225
|
0,0851
|
0,0984
|
0,0952
|
0,1252
|
Pasca konstruksi
|
0,068
|
0,0303
|
0,0225
|
0,0213
|
0,0492
|
0,0478
|
0,0399
|
Jumlah
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Pada contoh di tabel 4.2,responden tersebut menilai faktor kompetensi kontraktor sebagai faktor utama, pengawasan,metode kerja,biaya,material alam dan pasca konstruksi. Baginya, faktor kompetensi kontraktor adalah 58,04/9,04 = 6,419 kali lebih penting dari factor biaya, dan faktor metode kerja 10,28/3,99 =2,576 kali lebih penting dari pasca konstruksi.
2. Konsistensi AHP
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harussama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuksemua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A denganangka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensi jawaban yang diberikan responden.Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara padasejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar. Saat [4] telah membuktikan bahwa indekkonsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus
Sumber : http://kajian-tekniksipil.blogspot.co.id/2012/02/analisis-keputusan-pemilihan-konstruksi.html
Sumber : http://kajian-tekniksipil.blogspot.co.id/2012/02/analisis-keputusan-pemilihan-konstruksi.html