ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2.
Bagas Bimantara (13315268)
3.
Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4.
Sarah Dwikusuma H (16315393)
5.
Wisnu Maulana (17315190)
6.
Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Aspek Hukum
dalam Pembangunan.
Makalah
ini disusun untuk memperdalam Prinsip penyusunan anggaran perusahaan
administrasi dalam anggaran, Etika pengadaan sanksi pelanggaran, Kajian dan manfaat
UUJK bagi masyarakat kontruksi dan sekaligus sebagai tugas yang harus dipenuhi
oleh mahasiswa dalam mata kuliah aspek hokum dalam pembangunan.
Penyusunan
makalah ini, kami menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunannya, oleh
karena itu kami menerima segala saran dan keritik dari pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Depok, November 2018
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyusunan anggaran merupakan proses
pembuatan rencana kerja dalam rangka waktu satu tahun, yang dinyatakan dalam
satuan moneter dan satuan kuantitatif orang lain. Penyusunan anggaran sering
diartikan sebagai perencanaan laba (proft
planing). Dalam perencanaan laba, manajemen menyusun rencana operasional
yang implikasinya dinyatakan dalam laporan laba rugi jangka pendek dan jangka
panjang, neraca kas dan modal kerja yang diproyeksikan dimasa yang akan datang.
Anggaran
disusun oleh manajemen dalam jangka waktu satu tahun membawa perusahaan ke
kondisi tertentu yang diinginkan dengan sumber daya yang diperkirakan. Dengan
anggaran, manajemen mengarahkan jalannya perusahaan kesuatu kondisi
tertentu. Mungkinkah perusahaan dijalankan berdasarkan anggaran yang
dibuat tidak berdasarkan program jangka panjang? Mungkin saja manajemen hanya
menyusun anggaran tahunan, tidak menyusun anggaran jangka panjang.Dalam hal
demikian, daIam jangka panjang perusahaan sebenarnya tidak berjalan kearah
manapun. Kalau misalnya setelah lima tahun perusahaan semacam ini mencapai
posisi persaingan sebagaimarket leader, pencapaian posisi bukan hasil
suatu usaha yang terencana, namun lebih sebagai suatu kebetulan.
Proses
penyusunan anggaran merupakan proses penyusunan rencana jangka pendek, yang
dalam perusahaan berorientasi laba, pemilihan rencana didasarkan atas dampak
rencana kerja tersebut terhadap laba. Oleh karena itu sering sekali proses
penyusunan anggaran sering sekali disebut sebagai penyusunan rencana laba
jangka panjang (short-run profit planning). Untuk memungkinkan
manajemen puncak melakukan pemilihan rencana kerja yang berdampak baik terhadap
laba, manajemen menggunakan teknik analisa biaya-volume dan laba. Dalam
analisis biaya-volume dan laba ini, informasi akuntansi diffirensial
memungkinkan manajemen untuk melakukan pemilihan berbagai altematif kerja yang
akan dicantumkan dalam anggaran.
1.2
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah
aspek hukum dalam pembangunan adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
dan memahami anggaran perusahaan.
2.
Mengetahui
dan memahami pedoman pengadaan barang dan jasa.
3.
Mengetahui
dan memahami manfaat UUJK.
1.3
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah
aspek hukum dalam pembangunan ini adalah sebagai berikut:
BAB
1 Pendahuluan
Menjelaskan
tentang latar belakang makalah, tujuan dari makalah yang akan dibahas, dan
sistematika penulisan makalah.
BAB
2 Pembahasan
Menjelaskan
tentang prinsip penyusunan anggaran perusahaan administrasi dalam anggaran,
etika pengadaan sanksi pelanggaran, kajian dan manfaat UUJK bagi masyarakat
konstruksi.
BAB
3 Penutup
Kesimpulan dari aspek hokum dalam
pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyusunan Anggaran Perusahaan atau
Anggaran Proyek Pembangunan
Adapun
yang dimaksud dengan prinsip-prinsip anggaran adalah: (Dedi Nordiawan,
Iswahyudi Sondi Putra dan Maufidah Rahmawati tahun 2007).
a. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
Anggaran
harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan
manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
dianggarkan.
Anggota
masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran
karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut
pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
b. Disiplin Anggaran
Pendapatan
yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada
setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek yang
belum atau tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan
setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan atau proyek yang
diusulkan
c. Keadilan Anggaran
Pemerintah
wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati
oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan,
karena pendapatan pemerintah pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta
masyarakat secara keseluruhan.
d. Efisiensi dan efektivitas Anggaran
Penyusunan
anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat
waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang
tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat.
e. Disusun dengan pendekatan kinerja
Anggaran
yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja (output atau outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau
input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
Selain prinsip-prinsip
secara umum seperti yang telah diuraikan di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran sebagai
berikut:
a. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka
menengah
Pendekatan
dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh,
meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran,
mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih
rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.
Dengan
melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang
akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai
inisiatif kebijakan baru, dalam penganggaran tahunan. Pada saat yang sama,
harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks
keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah.
Cara ini
juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah pemerintah perlu
melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan
program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat
diakomodasikan.
b. Penerapan penganggaran secara terpadu
Dengan
pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah disusun secara terpadu,
termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan.
Hal
tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang
untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan
dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja.
Dalam
kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat
penting untuk mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat
investasi maupun biaya yang bersifat operasional.
2.2 Etika Pengadaan Barang dan Jasa
Pada pasal 7 ayat 1 disebutkan semua pihak yang
terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut :
1.
melaksanakan
tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran,
kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
2.
bekerja
secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut
sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
3.
tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
persaingan usaha tidak sehat;
4.
menerima
dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
5.
menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak
sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
6.
menghindari
dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
7.
menghindari
dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
8.
tidak
menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima
hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
2.3 Tinjauan Tentang UUJK No. 18 tahun 1999
UUJK No. 18/1999
merupakan landasan hukum pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah,
dan menyeluruh dalam rangka mengembangkan jasa konstruksi. Dengan Undang-Undang
tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang
dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional
maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam
Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi (Butir 9 Penjelasan Bab I Umum UUJK No.
18/1999).
Sesuai
dengan hirarki peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan Undang-undang,
ketentuan dalam UUJK No. 18/1999 bersifat umum dan perlu diturunkan dalam
bentuk peraturan pelaksanaan untuk penerapannya dengan tidak bertentangan
dengan Undang-undang ini.
Untuk
lebih memahami mengenai UUJK No. 18/1999, berikut kajian latar belakang dan
struktur isi UUJK No. 18/1999. Sehubungan dengan lingkup penelitian ini,
pembahasannya dilakukan dari sudut pandang pengaturan Pengadaan Jasa
Pemborongan Konstruksi.
A.
Latar
Belakang UUJK No. 18 tahun 1999
Pengaturan jasa konstruksi dalam UUJK No. 18/1999
dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan cita-cita luhur jasa konstruksi
dimana dengan adanya UUJK No. 18/1999, jasa konstruksi diharapkan dapat :
1.
Berperan
dalam pembangunan nasional. Disarikan dari ayat 1 Penjelasan Bab I Umum UUJK
No. 18/1999: ”
2 Terwujud
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (disarikan dari
ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999),
3. Terbentuk
usaha yang profesional dan kokoh (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum
UUJK No. 18/1999), dan
4. Menghasilkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan
berfungsi sesuai rencana (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No.
18/1999).
Peran
jasa konstruksi dalam pembangunan nasional yaitu melalui kegiatan pembangunan.
Yang mana hasil akhir dari pembangunan adalah bangunan fisik berupa sarana dan
prasarana. Peran jasa konstruksi secara langsung dalam pembangunan nasional
yaitu:
1. Mengurangi pengangguran dengan membuka lapangan kerja bagi tenaga
kerja konstruksi yaitu tenaga ahli dan tenaga terampil.
2. Membuka peluang usaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang
industri barang dan jasa yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi.
3. Meningkatkan pendapatan negara melalui sektor konstruksi.
Peran
jasa konstruksi secara tidak langsung adalah mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya melalui hasil pembangunan atau
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Pentingnya peran jasa konstruksi dalam
pertumbuhan ekonomi negara sehingga dibutuhkan pengaturan dalam bentuk
Undang-Undang Jasa Konstruksi untuk mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi
nasional.
Hal
inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal
Undang-Undang Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi
jasa konstruksi meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi
(UUJK) hingga ditetapkannya UUJK pada tanggal 22 Maret 1999.
1.1
Sumber