Kamis, 22 November 2018


PENYUSUNAN ANGGARAN PERUSAHAAN DALAM BIDANG PEMBANGUNAN

Prinsip-Prinsip Penganggaran
Adapun yang dimaksud dengan prinsip-prinsip anggaran adalah: (Dedi Nordiawan, Iswahyudi Sondi Putra dan Maufidah Rahmawati tahun 2007). 
a. Transparansi dan akuntabilitas anggaran 
Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. 

Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 

b. Disiplin Anggaran 
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. 

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek yang belum atau tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan atau proyek yang diusulkan 

c. Keadilan Anggaran 
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan, karena pendapatan pemerintah pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat secara keseluruhan. 

d. Efisiensi dan efektivitas Anggaran 
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat. 


e. Disusun dengan pendekatan kinerja 
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output atau outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait. 

Selain prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut: 
a. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah 
Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien. 

Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam penganggaran tahunan. Pada saat yang sama, harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. 

Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan. 

b. Penerapan penganggaran secara terpadu 
Dengan pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. 

Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja.

Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat penting untuk mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat investasi maupun biaya yang bersifat operasional.

BERDASARKAN UUJK

1.             Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 tahun 1999

UUJK No. 18/1999 merupakan landasan hukum pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, dan menyeluruh dalam rangka mengembangkan jasa konstruksi. Dengan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi (Butir 9 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan Undang-undang, ketentuan dalam UUJK No. 18/1999 bersifat umum dan perlu diturunkan dalam bentuk peraturan pelaksanaan untuk penerapannya dengan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Untuk lebih memahami mengenai UUJK No. 18/1999, berikut kajian latar belakang dan struktur isi UUJK No. 18/1999. Sehubungan dengan lingkup penelitian ini, pembahasannya dilakukan dari sudut pandang pengaturan Pengadaan Jasa Pemborongan Konstruksi.

A.           Latar Belakang UUJK No. 18 tahun 1999
Pengaturan jasa konstruksi dalam UUJK No. 18/1999 dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan cita-cita luhur jasa konstruksi dimana dengan adanya UUJK No. 18/1999, jasa konstruksi diharapkan dapat :

1.            Berperan dalam pembangunan nasional
Disarikan dari ayat 1 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999: ”
2.            Terwujud kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999),
3.            Terbentuk usaha yang profesional dan kokoh (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999), dan
4.            Menghasilkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Peran jasa konstruksi dalam pembangunan nasional yaitu melalui kegiatan pembangunan. Yang mana hasil akhir dari pembangunan adalah bangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Peran jasa konstruksi secara langsung dalam pembangunan nasional yaitu:
1.                       Mengurangi pengangguran dengan membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja konstruksi yaitu tenaga ahli dan tenaga terampil.
2.                       Membuka peluang usaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri barang dan jasa yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi.
3.                       Meningkatkan pendapatan negara melalui sektor konstruksi.

Peran jasa konstruksi secara tidak langsung adalah mendukung pertumbuhan dan perkembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya melalui hasil pembangunan atau pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Pentingnya peran jasa konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga dibutuhkan pengaturan dalam bentuk Undang-Undang Jasa Konstruksi untuk mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional.
Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang-Undang Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) hingga ditetapkannya UUJK pada tanggal 22 Maret 1999.

c. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja
Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.

Oleh karena itu, program dan kegiatan Kementerian Negara atau Lembaga atau SKPD harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Prinsip pengadaan barang/jasa
Pada pasal 6 disebutkan Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut :
1.  Efisien,
2.  Efektif,
3.  Transparan,
4.  Terbuka,
5.  Bersaing,
6.  Adil, dan
7.  Akuntabel.


Etika pengadaan barang/jasa
Pada pasal 7 ayat 1 disebutkan semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut :
1.  melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
2.  bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
3.  tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
4.  menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
5.  menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
6.  menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
7.  menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
8.  tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

Daftar Pustaka


Kamis, 25 Oktober 2018


ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN









Nama (NPM)   : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                       (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                 (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                         (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen             : Efa Wahyuni, SE.


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018







KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Aspek Hukum dalam Pembangunan.
Makalah ini disusun untuk memperdalam dan memperluan ilmu tentang Aspek Hukum dalam Pembangunan, serta memahami prinsip yuridis kontrak konstruksi di Indonesia.
Penyusunan makalah ini, kami menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunannya, oleh karena itu kami menerima segala saran dan keritik dari pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.




Depok, Oktober 2018


Kelompok 2


BAB I
PENDAHULUAN


1.1               Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur dan transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah, sehingga pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa; “perekonomian nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh, rakyat dan pemerintah.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai definisi hokum-hukum dalam pembangunan, prioritas pembangunan nasional dalam bidang infrastruktur dan kebijakan pemerintah dalam infrastruktur, serta fungsi dan peran APBN dalam infrastruktur.

1.2               Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah aspek hukum dalam pembangunan adalah sebagai berikut:
1.         Mengetahui tentang hukum-hukum yang berlaku dalam pembangunan.
2.         Mengetahui prioritas pembangunan nasional dan kebijakan pemerintah.
3.         Mengetahui fungsi dan peran APBN serta struktur dan prinsip-prinsip dalam APBN.

1.3               Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah aspek hukum dalam pembangunan ini adalah sebagai berikut:
BAB 1    Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang makalah, tujuan dari makalah yang akan dibahas, dan sistematika penulisan makalah.
BAB 2    Pembahasan
Menjelaskan tentang hukum-hukum dalam pembangunan, prioritas pembangunan nasional dalam infastruktur dan kebijakan pemerintah dalam infastruktur, serta fungsi dan peran APBN dan prinsip-prinsip dalam APBN.
BAB 3    Penutup
Kesimpulan dari aspek hokum dalam pembangunan.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1          Aspek Hukum dalam Pembangunan
Permasalahan hukum sering terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, terutama berkaitan dengan kontrak, salah satu pihak diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan. Oleh karena itu, perlu untuk dipahami mengenai konsep dasar dari aspek hukum dan aspek kontraktual dalam tata hukum/perundangan yang berlaku di Indonesia dan di luar Indonesia serta mahasiswa mampu memetakan peranan aspek legal dan kontraktual dalam kontrak konstruksi. Aspek Hukum dan Kontraktual akan membahas mengenai Sistem Hukum Indonesia yang terdiri dari:
1.         Hukum Perdata yang meliputi Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian.
a.      Hukum perikatan (Verbintenissenrecht) adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subyek hukum dengan obyek hukum yang satu dengan lainnya dalam bidang harta kekayaan (hak dan kewajiban).
Unsur-unsur yang terdapat dalam hukum perikatan adalah adanya kaidah hukum (tertulis/tidak tertulis), adanya subyek hukum, adanya obyek hukum dan dalam bidang harta kekayaan (hak dan kewajiban).
b.      Hukum perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
2.         Perjanjian yang meliputi syarat sahnya perjanjian, akibat dari perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
a.      Syarat sahnya perjanjian:
        Kesepakatan para pihak
        Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll), Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
1.      Orang-orang yang belum dewasa
2.      Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3.      Orang-orang perempuan
        Menyangkut hal tertentu
        Adanya kausa yang halal
b.      Akibat perjanjian, Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1.      perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.      perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3.      Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
c.      Berakhirnya Perjanjian
        Perjanjian berakhir karena :
1.      Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian.
2.      Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus.
3.         Wanprestasi.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:
1.      Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2.      Memenuhi prestasi tapi tidak tepat waktunya.
3.      Memenuhi prestasi tapi tidak sesuai atau keliru.
4.         Somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
1.      surat perintah
2.      Akta sejenis
3.      Tersimpul dalam perkataan sendiri
5.         Sanksi dan Ganti Rugi.
Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu:
1.    Membayar kerugian yang diderita kreditur.
2.    Pembatalan perjanjian.
3.    Peralihan resiko.
4.    Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.
6.         Hukum dalam Kontrak Konstruksi.
        Definisi kontrak menurut Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003, Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Kontrak kerja konstruksi menurut UU Jasa Kontruksi No 18 Tahun 1999 adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hokum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kontrak konstruksi mengatur kedudukan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kontrak tersebut. Kedudukan, hak dan kewajiban dari pihak-pihak tersebut baik  itu pengguna jasa dan penyedia jasa adalah sama secara hukum.
        Kontrak konstruksi merupakan suatu produk hukum. Elemen (bagian-bagian kontrak merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya, dan merupakan suatu kesatuan yang mengikat karena seluruh elemen kontrak mempunyai kedudukan dan konsekuensi hukum yang sama terhadap masing-masing pihak yang mengikat diri dalam kontrak.
        Kontrak konstruksi diatur dalam Undang-undang No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2000 dan Peraturan No 30 Tahun 2000. Kontrak konstruksi juga diatur dalam Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya.

2.2         Prioritas Pembangunan Nasional
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya.
Bagi Indonesia, infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan lingkungan. Dengan demikian, Pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1.         Meningkatkan kesejahteraan, dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja.
2.         Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, dengan tujuan untuk meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
3.         Meningkatkan kualitas lingkungan.
Kebijakan pemerintah dalam infrastruktur sangat ditekankan dan tidak bisa menunda-nunda pembangunan infrastruktur karena dengan pembangunan infrastruktur inilah daya saing kita lebih baik, biaya logistik dan biaya transportasi akan jauh lebih murah.

2.3         Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) bertujuan sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara yang dalam melaksanakan kegiatan produksi dan kesempatan kerja untuk meningkatan perekonomian.
APBN sebagai alat mobilisasi dan dana investasi. APBN di negara-negara berkembang adalah sebagai alat untuk mobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu, besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal, baim pengeluaran maupun penerimaan pemerintah sebagai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat  memperbesar pendapatan nasional ,tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional. Fungsi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) :
a.         Fungsi Alokasi, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran yang bersifat umum, seperti pembangunan jembatan, jalan dan taman umum. Fungsi alokasi juga dapat sebagai alat untuk mengatasi sasaran dan prioritas pembangunan yang kemudian akan dilaksanakan oleh pemerintah.
b.         Fungsi Stabilitasi, yaitu APBN berfungsi sebagai pedoman agar pendapatan dan pengeluaran keuangan negara dapat teratur sesuai dengan yang diterapkan. Jika pendapatan yang dipakai sesuai dengan yang ditetapkan, maka APBN berfungsi sebagai stabilisator. Fungsi stabitasi juga dapat sebagai panduan keteraturan pendapatan dan belanja negara, untuk menjaga stabilitas perekonomian negara dan untuk mencegah terjadinya inflasi dan deflasi yang tinggi.
c.         Fungsi Distribusi, yaitu pendapatan yang masuk bukan hanya digunakan untuk kepentingan umum, tetapi juga dapat dipindahkan untuk subsidi dan dana pensiun. Fungsi distribusi juga dapat sebagai alat dalam pemerataan pengeluaran untuk tidak terpusat di salah satu sector saja. Semua penerimaan-penerimaan negara didistribusikan k epos-pos pengeluaran yang telah direncakan.
d.         Fungsi Regulasi, sebagai alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan untuk meningkatan pertumbuhan ekonomi.

2.3.1      Struktur dan Susunan APBN
Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/ deficit dan pembiayaan. Sejak tahun 2000, Indonesia telah mengubah komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistic keuangan pemerintah, Government Finance Statistic (GFS).
1.         Pendapatan Negara dan Hibah
          Peenrimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan konstribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaan negara. Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/ lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhan. Beberapa pengecualian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.
2.         Belanja Negara
          Belanja negara yang terdiri atas anggaran belanja pemerintah pusat, dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan dana penyeimbangan yang sebelumnya terdapat pada UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).
3.         Defisit dan Surplus
          Defisit/ surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut dengan defisit sedangkan penerimaan yang melebihi pengeluaran disubut dengan surplus. Dalam APBN dikenal dengan dua istilah defisit anggaran, yaitu keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan yang dikurangi dengan belanja yang tidak termasuk pembayaran bunga, sedangkan keseimbangan umum adalah total penerimaan yang dikurangi oleh belanja termasuk dengan pembayaran bunga.
4.         Pembiayaan
          Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri serta pembiayaan luar negeri yang merupakan selisih antara penarikan utang luar negeri dengan pembayaran cicilan pokok utuang luar negeri.

2.3.2      Prinsip APBN
1.         Prinsip Anggaran APBN
2.         Prinsip Anggaran Dinamis
          Anggaran bersifat dinamis absolut apabila Tabungan Pemerintah (TP) dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dimanis relatife, apabila persentase kenaikan Tabungan Pemerintah terus mningkat/ persentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
3.         Prinsip Anggaran Fungsional
          Anggaran fungsional yaitu bantuan/ pinjaman luar negeri hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azaz “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan, yang artinya semakin kecil seumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pebangunan, maka semakin besar pula fungsionalitas anggaran tersebut.
4.         Prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pendapatan negara
a.         Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
b.         Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara dan sewa dalam pemakaian barang-barang milik negara.
c.         Penutupan ganti rugi dari kerugian yang diterima oleh negara dan denda yang sudah dijanjikan
5.         Prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pengeluaran negera
a.         Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang telah diisyaratkan.
b.         Terarat dan terkendali sesuai dengan rencana program kegiatan.
c.         Semaksimal mungkin dalam penggunaan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan dari segi kemapuan potensi nasional.

BAB III
PENUTUP


3.1             Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan makalah aspek hokum dalam pembangunan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.         Permasalahan hukum sering terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, terutama berkaitan dengan kontrak, salah satu pihak diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan. Oleh karena itu, perlu untuk dipahami mengenai konsep dasar dari aspek hukum dan aspek kontraktual dalam tata hukum/perundangan yang berlaku di Indonesia dan di luar Indonesia serta mahasiswa mampu memetakan peranan aspek legal dan kontraktual dalam kontrak konstruksi. Aspek Hukum dan Kontraktual akan membahas mengenai Sistem Hukum Indonesia yang terdiri dari:
a.    Hukum perdata yang meliputi Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian.
b.    Perjanjian yang meliputi syarat sahnya perjanjian, akibat dari perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
c.     Wanprestasi.
d.    Somasi.
e.    Sanksi dan ganti rugi.
f.      Hukum dalam kontrak konstruksi.
2.         Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.
Kebijakan pemerintah dalam infrastruktur sangat ditekankan dan tidak bisa menunda-nunda pembangunan infrastruktur karena dengan pembangunan infrastruktur inilah daya saing kita lebih baik, biaya logistik dan biaya transportasi akan jauh lebih murah.
3.         APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) bertujuan sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara yang dalam melaksanakan kegiatan produksi dan kesempatan kerja untuk meningkatan perekonomian.
APBN sebagai alat mobilisasi dan dana investasi. APBN di negara-negara berkembang adalah sebagai alat untuk mobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu, besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal, baim pengeluaran maupun penerimaan pemerintah sebagai pengaruh atas pendapatan nasional.

3.2             Sumber
·                http://www.artikelsiana.com/2015/08/apbn-apbd-pengertian-tujuan-fungsi.html