Sabtu, 18 Juni 2016

Budaya Pulang Mudik

Umumnya  masyarakat Indonesia menjelang Lebaran atau Idul Fitri, rutin pulang ke kampung halaman alias mudik. Mereka tak peduli betapa pun kesulitan yang dihadapinya untuk mudik lebaran.
Seperti : berdesak-desakkan di kareta, berjubel di bis, dan kemacetan panjang di perjalanan. Begitu juga kalau memakai sepeda motor dengan resiko kepanasan dan kehujanan. Semua itu dilakukan dalam rangka merayakan hari Lebaran di kampung halaman, sekaligus untuk ajang silaturahmi bersama sanak-keluarga.
Mudik sudah menjadi  tradisi dikala lebaran. Jutaan masyarakat Indonesia yang merantau berbondong-bondong pulang kampung.  

Mudik atau pulang kampung adalah hal yang dinantikan dan sekaligus merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri, karena mereka senantiasa rindu untuk pulang ke asal muasal  yaitu kampung halaman serta kangen akan kasih sayang dan belaian kasih kedua orang tua tercinta.
Bukan sekedar  budaya masyarakat  Indonesia,  tapi sudah menjadi bagian dari tradisi atau  sebuah peradaban kaum muslimin di Indonesia dan negara asia lainnya, serta sudah menjadi gaya hidup modern  orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan, yang berasal dari daerah lain,  yaitu mudik lebaran di kampung, bagian dari  semangat “Menyambut Hari Raya Idul Fitri”.
Saling mengunjungi antar kerabat, antar tetangga dan teman, adalah bagian dari  aktivitas yang rutin dilakukan ketika lebaran. Dengan aktivitas ini, anggota keluarga dan kerabat  saling bertemu,  bahkan berkumpul di satu tempat. Para tetangga pun saling berjumpa satu sama lain, juga dengan teman-teman yang dikenal. Berangkat dari semua ini, momentum lebaran tentunya menjadi kesempatan dan kebahagiaan tersendiri bagi kita semua.

Tradisi  Mudik dikaitkan dengan Lebaran
Tradisi  mudik yang selalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi awal pertengahan dasawarsa 1970-an, ketika Jakarta tampil sebagai  salah satu  kota besar  di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sodikin (1966-1977),  berhasil disulap menjadi kota Metropolitan. Bagi penduduk kota-kota lain, terutama orang-orang udik, Jakarta menjelma menjadi  kota impian, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di kampung tidak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Lebih dari 80% para urbans ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Di Jakarta eksistensi mereka tenggelam, sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka juga tak kunjung datang. Itulah sebabnya kehadiran mereka di Jakarta akan dapat memenuhi harapan hidupnya.
Lebaran adalah momentum yang tepat untuk itu, sebab pada hari lebaran ada dimensi keagamaan, ada legitimasi seolah-olah lebaran adalah waktu yang tepat untuk berziarah. Mudik  ke kampung halaman adalah kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan menunjukkan eksistensinya.
Itulah awal mula pulang kampung atau mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi sesungguhnya,  tradisi mudik lebih disebabkan oleh problem sosial dan sama sekali tidak didasarkan oleh akar budaya.  
Sebagian besar para pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan kepada masyarakat udiknya seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
Sesungguhnya mudik lebaran di Indonesia tidak punya akar tradisi budaya, melainkan lebih disebabkan oleh problem sosial akibat sistem pemerintahan yang sentralistik dan Jakarta sebagai pusat segala-galanya pada waktu itu. Mengingat para pemudik sebagian besar adalah mereka yang belum dapat tinggal dan hidup mapan di Jakarta, maka mudik lebaran menjadi momentum penting bagi mereka untuk melegitimasi keberadaannya di Ibukota, menurutnya  mereka telah mencapai sukses secara materi maupun sosial. Terlepas dari latarbelakang munculnya tradisi  mudik itu, masalah yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun menjelang dan sesudah lebaran selalu sama.
 Persiapan Pemerintah bagi Pemudik
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah titik berat wilayah pengendalian terpadu secara nasional sekaligus sebagai upaya menyempurnakan penyelenggaraan angkutan lebaran tahun 2012. “Titik berat tersebut meliputi angkutan jalan pada 12 provinsi yang terdiri atas 44 terminal termasuk 33 terminal utama dan bantuan, angkutan kereta api pada 9 daop dan 3 divre, angkutan sungai danau penyebrangan pada 7 lintasan utama, angkutan laut pada 52 pelabuhan, dan angkutan udara pada 24 bandara”, kata Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso.
Jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor selama masa angkutan lebaran 2012 diprediksi meningkat 6,16 persen atau sebanyak 2.514.634 kendaraan, meningkat dari jumlah tahun 2011 sebanyak 2.368.720 kendaraan. Sedangkan untuk jumlah mobil pribadi diprediksi meningkat 5,6 persen sebesar 1.605.299 kendaraan, meningkat dari jumlah mobil pribadi yang mudik tahun 2011 sebesar 1.520.150 kendaraan.
Untuk mengantisipasi gangguan kelancaran lalu lintas selama angkutan lebaran di jalur mudik dan balik, Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dengan pihak-pihak yang tekait, seperti : Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Kepolisian.
Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk mudik, terutama bagi pengendara sepeda motor ataupun kendaraan mobil. Berikut ini persiapan yang harus dilakukan :
 1. Periksalah kondisi fisik kendaraan anda, baik itu motor maupun mobil;
2. Bagi pengendara sepeda motor, gunakan celana panjang (diutamakan celana jeans), gunakan jaket yang berwarna terang, gunakan sepatu yang aman dan tidak membatasi gerak anda, menggunakan sarung tangan dan masker serta membawa jas hujan.
3. Jangan lupa siapkan obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan membawa perkakas motor.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar