Rabu, 16 Januari 2019

Penerapan Oil Damper Pada Tokyo Skytree (Universitas Gunadarma Review)

Oil damper adalah sebuah teknologi peredam gempa yang memanfaatkan cairan berupa oli yang berguna untuk mereduksi beban yang disebabkan oleh energi gerak (kinetik), pada pengaplikasiannya oil damper terbagi menjadi dua yaitu :

1. Fluid Viscous Damper (FVD)

Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur bangunan menjadi lebih elastis dan mampu meredam guncangan gempa. Dengan mengaplikasikan peralatan FVD, gempa rencana yang dipikul elemen struktur menjadi lebih kecil. Sehingga, dengan kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan struktur bangunan ketika gempa terjadi.

(Gambar 1.1 Bentuk FVD)
FVD merupakan alat peredam gempa yang berfungsi sebagai disipator energi, dengan cara memberikan perlawanan gaya melalui pergerakan yang dibatasi. Gaya yang diberikan oleh FVD timbul, akibat adanya gaya luar yang berlawanan arah, bekerja pada alat tersebut. Peralatan ini bekerja, dengan menggunakan konsep mekanika fluida dalam mendispasikan energi.
Pada perkuatan FVD kolom berfungsi sebagai pegas. FVD mampu mereduksi tegangan dan defleksi yang terjadi secara simultan (bersamaan), karena gaya FVD yang bekerja sebanding dengan perubahan kecepatan stroke-nya (stroking velocity). Mekanisme kerja ini, dianalogikan seperti suspensi atau shock absorbser pada mobil, yang digunakan untuk mengatur pergerakan pegas di posisi tumpuan. Gaya redaman yang dibutuhkan relatif kecil, dibandingkan gaya yang dipikul pegas, akibat beban kendaraan dan beban guncangan.
Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum. Dengan, demikian penggunaan FVD sebagai alat peredam struktur, tidak akan meningkatkan beban pada kolom akibat gaya yang dikeluarkan FVD, karena saat terjadi gempa dan gaya damper maksimum, tegangan kolom justru minimum.
2. High Damping Device (HiDam)

Jepang adalah salah satu negara yang sering dilanda gempa, sehingga para engineer di jepang dituntut untuk dapat mengatasi kerusakan bangunan akibat guncangan gempa sehingga mengurangi korban jiwa dan materi. 
Alat peredam gempa ini adalah hasil penelitian dan pengembangan laboraturium Kobori, afiliasi perusahaan kontraktor Kajima. Di Jepang sendiri, alat ini berhasil diaplikasikan pada gedung-gedung tinggi dan struktur khusus lainnya. Untuk HiDAM pada bagian struktur atas sebagai respon pasif juga mulai banyak diaplikasikan. Hal ini penting, karena berdasarkan simulasi, jika gempa berkekuatan 7-8 magnitude mengguncang Tokyo, maka lebih dari sepertiga areanya akan luluh lantah, dengan banyak korban jiwa. Sekilas mengenai prinsip kerja HiDAM, secara umum hampir sama dengan FVD taylor device . Yakni kedua alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20 %.  Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa dan kerusakan bangunan, serta telah memenuhi kriteria konvensional gempa di Jepang.
(Gambar 1.2. Detail HiDam)

Tokyo Skytree

(Gambar 1.3. Tokyo Skytree)
Tower pemancar sinyal televisi dan radio ini juga difungsikan sebagai tower observasi. Berlokasi di Sumida, Tokyo, bangunan ini memiliki ketinggian 634 meter. Tower ini pun menjadi bangunan dengan struktur tertinggi setelah Burj Khalifa. Bangunan ini memiliki dasar denah berbentuk segitiga yang berubah menjadi lingkaran ke atasnya. Denah bentuk segitiga memang dianggap kokoh dan dapat menjaga kestabilan bangunan dan lingkaran yang berada pada bagian atasnya dapat mengantisipasi hembusan angin pada ketinggian dari berbagai arah.


(Gambar 1.4. Detail Oil Damper)

Tokyo Skytree menggunakan oil damper yang berlokasi di ketinggian 125 meter dari bawah kolom pusatnya. Kolom pusat atau tengah ini berfungsi sebagai penyeimbang sehingga rangka luar bangunannya dapat ikut bergerak ketika gempa terjadi. Sedangkan sistem peredam getar akan menjaga gravitasi tower agar selalu seimbang pada bagian atasnya dengan bagian bawah. Selain adanya kolom ini, pondasi bangunan ini juga didesain tahan gempa dengan empat tiang pancang dan beton bertulang dikedalaman 50 meter dibawah tanah sehingga memiliki dasar yang kuat.

Sumber : 

Hyperlink :


Nama : Wisnu Maulana
Kelas : 4TA02
NPM : 17315190
Dosen Pembimbing : I Kadek Bagus Widana Putra

Fakutlas Teknik Sipil Dan Perencanaan
UNIVERSITAS GUNADARMA

Minggu, 06 Januari 2019

Arbritrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi



Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa  (1).
UU NO. 30 TAHUN 1999
Datun
Pengertian
1
Arbitrase  adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Para pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdta maupun hukum public.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantun dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum sengketa, atau suatu perjanjian  arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
2.
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
3.
Pengadilan Negeri tidak  berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
4.
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
5.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa  di bidang perdaganagn dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundnag-undnagan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Sumber:

Aspek Penataan Ruang dan Perijinan untuk melaksanakan Proyek Pembangunan


Pendahuluan
Secara geografis, letak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem, kondisi alamiah Indonesia sangat khas karena posisinya yang berada di dekat khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis, yang merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Di samping keberadaan yang bernilai sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan rawan bencana, yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa. Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Konsep Dasar Hukum Tata Ruang
       Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. 
       Ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.   

Kriteria Kota
       Untuk menetapkan apakah sesuatu konsentrasi permukiman itu sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum, maka perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya. Salah satu kriteria yang umum digunakan adalah jumlah dan kepadatan penduduk. Bagi kota yang sebelumnya sudah berstatus kotamadya atau sudah dikenal luas sebagai kota, maka permasalahannya adalah berapa besar sebetulnya kota tersebut, misalnya ditinjau dari sudut jumlah penduduk ataupun luas wilayah yang termasuk dalam kesatuan kota. Menggunakan  jumlah penduduk berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, seringkali hasilnya tidak tepat untuk menggam-barkan besarnya sebuah kota, karena belum memenuhi persyaratan sebagai wilayah kota.
       Pada kondisi lain, kota itu sebetulnya sudah melebar melampaui batas administrasinya, artinya kota itu telah menyatu dengan wilayah tetangga yang bukan berada pada wilayah administrasi  tersebut. Dalam menganalisa fungsi dan menetapkan orde perkotaan, maka luas dan penduduk didasarkan atas wilayah kota yang benar-benar telah memiliki cirri-ciri perkotaan. Permasalahan bagi konsentrasi pemu-kiman atau bagi kota kecil (ibukota kecamatan) adalah apakah konsentrasi itu dapat dikategorikan sebagai kota atau masih sebagai desa. Jadi, perlu menetapkan kriteria apakah suatu lokasi konsentrasi itu sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai kota atau belum.
Beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai berikut : 
a. Kepadatan penduduk per kilometer persegi;
b. Persentase rumah tangga yang mata pencaharian  utamanya adalah pertanian atau non pertanian;
c. Persentase rumah tangga yang memilki telepon;
d. Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik;
e. Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas pendidikan, pasar, tempat hiburan, komplek pertokoan, dan fasilitas lain seperti hotel, billiard, diskotek, karaoke dan lain-lain. Masing-masing fasilitas diberi skor (nilai). Atas dasar skor yang dimiliki desa/kelurahan maka dapat ditetapkan desa/kelurahan tersebut masuk dalam salah satu kategori berikut, yaitu perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan  kecil dan pedesaan.
       Penataan ruang khusus untuk perkotaan sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Belanda. Setelah kemerdekaan, ada pengaturan baru sejak tahun 1985 berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum dalam perencanaan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama tersebut Departemen Dalam Negeri bertangggung jawab di bidang administrasi perencanaan kota, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab di bidang teknik (tata ruang) kota.

       Atas dasar pembagian wewenang itu, Menteri  Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
       Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang kota yang dituju dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun untuk 20 tahun ke depan dan dibagi dalam tahapan lima tahanan. 

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada: 
·                     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; 
·                     pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan 
·                     rencana pembangunan jangka panjang daerah. 
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan: 
·                     perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota; 
·                     upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi  kota ; 
·                     keselarasan aspirasi pembangunan  kota ; 
·                     daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 
·                     rencana pembangunan jangka panjang daerah; 
·                     rencana tata ruang wilayah  kota yang berbatasan; dan 
·                     rencana tata ruang kawasan strategis  kota. 
Muatan, Fungsi, dan Jangka Waktu Rencana Tata Ruang
Rencana tata ruang wilayah kota memuat: 
·                     tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah  kota ; 
·                     rencana struktur ruang wilayah  kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kota ; 
·                     rencana pola ruang wilayah  kota yang meliputi kawasan lindung  kota dan kawasan budi daya  kota; 
·                     penetapan kawasan strategis  kota; 
·                     arahan pemanfaatan ruang wilayah  kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan 
·                     ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah  kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. 
Rencana tata ruang wilayah  kota menjadi pedoman untuk: 
·                     penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; 
·                     penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; 
·                     pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota; 
·                     mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; 
·                     penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan 
·                     penataan ruang kawasan strategis  kota. 
Rencana tata ruang wilayah  kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. 
Rencana tata ruang wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota. 
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan peraturan daerah kota. 

Ruang Terbuka Hijau
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan:
rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; 
·                     rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan 
·                     rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. 

https://id.scribd.com/doc/173672519/Konsep-Dasar-Hukum-Tata-Ruang
http://www.penataanruang.com/perencanaan-tata-ruang-wilayah-kota.html

Aspek Agraria dalam Pembangunan


Definisi
Agraria merupakan hal-hal yang terkait dengan pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan pertanahan. Dalam banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam pengertian luas, agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena terkait dengan pengolahan lahan.
Agraria bukanlah cabang ilmu, melainkan sekumpulan perangkat yang mengatur aspek hukum terkait dengan lahan. Geodesi merupakan alat dasar bagi agraria untuk menentukan ukuran lahan, sedangkan ilmu administrasi dan peraturan hukum merupakan alat pokok dalam keagrariaan.
Undang-Undang Pokok Agraria (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria) adalah undang-undang yang mengatur tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia. Hal itu mencakup dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan pokok, hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa serta pendaftaran tanah, ketentuan-ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.

Hukum Agraria Nasional
UUD 1945 meletakkan dasar politik agraria nasional yang dimuat dalam pasal 33 ayat (3) nya yaitu“Bumi, air, dan kekeyaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Ketentuan ini bersifat imperative yaitu mengandung perintah kepada negara agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang diletakkan dalam penguasaan negara itu dipergunakan untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan Hukum Agraria colonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia merdeka, yaitu
1.  Menggunakan kebijaksanaan dan tafsir baru
2.  Penghapusan hak-hak konversi
3.  Penghapusn tanah partikelir
4.  Perubahaan peraturan persewaan tanah rakyat
5.  Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah
6.  Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan
7.  Kenaikan canon dan cijn
8.  Larangan dan penyelesaian soal pemakaian tanah tanpa ijin
9.  Peraturan perjanjian bagi hasil(tanah pertanian)
10.  Pengalihan tugas dan wewenang agraria

Faktor-faktor Penting dalam Pembangunan Hukum Agraria Nasional
Menurut Notonagoro, Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan Hukum Agraria nasional, adalah :
1.   Faktor Formal, yaitu Keadaan hukum agraria di Indonesia sebelum diundangkannya UUPA merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara waktu, berdasarkan pada peraturan-peraturan yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-peraturan peralihan yang terdapat dalam pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, pasal 192 Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) dan pasal 2 Aturan peralihan UUD 1945.
2.   Faktor Material, yaitu Hukum Agraria mempunyai sifat dualisme hukum yang meliputi hukum subjek maupun objeknya menurut hukumnya disatu pihak berrlaku Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata, dipihak lain berlaku Hukum Agraria adat yang diatur dalam hukum adat. Oleh karena itu setelah Indonesia merdeka, maka sifat dualisme hokum agraria colonial ini harus diganti dengan sifat unifikasi (kesatuan) hukum yang berlaku secara nasional.
3.   Faktor Ideal. Dari factor ideal (tujuan negara) sudah tentu tujuan Hukum Agraria kolonial tidak cocok dengan tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan tujuan penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hukum Agraria kolonial dibuat untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda, Eropa, Timur asing, sedangkan Hukum Agraria nasional dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Untuk itu Hukum Agraria kolonial harus diganti dengan Hukum Agraria Nasional yang diarahkan kepada terwujudnya fungsi bumi, air, dan kekayaan alamyang terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
4.   Faktor Agraria Modern. Faktor-faktor agraria modern terletak dalam lapangan-lapangan : Lapangan Sosial, ekonomi, etika,idiil fundamental factor-faktor inilah yang mendorong agar dibuat Hukum Agraria Nasional
5.   Faktor Ideologi Politik. Indonesia sebagai bangsa dan negara mempunyai keterkaitan hidup dengan negara-negara lain. Dalam menyusun Hukum Agraria nasional mengadopsi Hukum Agraria negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Asas-asas hukum agraria
1.    Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.
2.    Asas dikuasai oleh Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)
3.    Asas hukum adat
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya
4.    Asas fungsi social
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)
5.    Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI  baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah
6.    Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.
7.    Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)
8.    Asas unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
9.    Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

ASPEK PERSEROAN, PERBANKAN, PERASURANSIAN & PERPAJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Definisi aspek perseroan?
Perseroan terbatas atau biasa dikenal dengan istilah PT adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memilki bagian sebanyak saham yang dimilkinya, karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan terbatas pada zaman dahulu dikenal dengan sebutan Naamloze Vennootschaap (NV) atau Corporate Limited, serikat dagang benhard (SDN BHD).
            Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk usaha yang diakui di Indonesia. Keberadaannya menjadi penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, sehingga pemerintah pun mengeluarkan undang-undang yang khusus mengenai PT.
            Organ PT berarti organisasi yang menyelenggarakan perusahaan (PT) yang pada dasarnya terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Secara sederhana, struktur organ PT dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan atau anggaran dasar.
2.      Direksi perseroan
Direksi adalah organ perseroan yang wewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar persidangan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
      3.   Dewan Komisaris Perseroan
Adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.          

Perbankan.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas  dapat disimpulkan bahwa bank adalah usaha yang berbentuk lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (lack of fund), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya untuk motif  profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Apasih fungsi dari perbankan?
Menurut Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trustagent of development, dan agent of services.
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

c. Agent of Service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.


Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Pajak penghasilan jasa konstruksi atau PPh jasa konstruksi adalah pajak penghasilan yang dikenakan pada usaha yang bergerak di bidang konstruksi.  

1. Dasar hukum
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008, pada pasal 4 ayat 2 tertera bahwa penghasilan berupa usaha jasa konstruksi dikenakan tarif final.
Oleh karena itu, perlu perlakuan berbeda dalam pengenaan pajaknya. Kemudian, pemerintah menerbitkan PP No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan inilah yang menjadi dasar hukum pemberlakuan pajak penghasilan jasa konstruksi.

2. Pengertian jasa konstruksi
Jasa konstruksi mencakup seluruh pekerjaan yang berlangsung dari tahap awal hingga tahap akhir suatu bangunan tuntas dikerjakan. Maka, pajaknya dapat dikenakan mulai dari tahap konsultasi, persiapan pembangunan, pembangunan, dan penyelesaian tahap akhir bangunan tersebut. Dalam jasa konstruksi, ada beberapa istilah yang perlu Anda ketahui dengan cermat.

2. Tarif
Pengenaan tarif PPh jasa konstruksi kepada wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang memperoleh pendapatan dari jasa konstruksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang memiliki klasifikasi usaha dan yang tidak memiliki klasifikasi usaha.

4. Tata cara pemotongan
Ada dua hal yang perlu Anda perhatikan terkait tata cara pemotongan PPhPertama, jika pengguna jasa merupakan instansi/badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, maka PPh akan dipotong oleh pengguna jasa ketika pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Hal berbeda terjadi jika pengguna jasa tidak termasuk dalam kelompok pertama tadi, maka PPh tersebut harus disetor langsung oleh penerima penghasilan tersebut ketika pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Dengan kata lain, penyedia jasa langsung membayarkannya lewat kantor pajak, sementara pengguna jasa akan memperoleh surat pemberitahuan pemotongan PPh tersebut.  

5. Tata Cara Pembayaran
Untuk tata cara pembayaran PPh jasa konstruksijika PPh terutang lewat pemotongan dari pengguna jasa, maka penyetoran pajak dibayarkan ke bank persepsi atau kantor pos. Tenggat waktu pembayaran ini adalah tanggal 10 bulan berikutnya sesudah akhir masa pajak. Jika PPh terutang dibayarkan oleh penyedia jasa, maka penyetoran dilakukan ke tempat yang sama selambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya sesudah masa pajak berakhir. Kemudian, wajib pajak diharuskan untuk memberitahukan laporan pemotongan dan/atau penyetoran pajak tersebut melalui surat pemberitahuan masa ke KPP atau KP2KP, selambatnya 20 hari sesudah masa pajak berakhir.

sumber:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Leaflet%20Jasa%20Konstruksi.pdf
http://akbarfebriansyah.blogspot.com/2019/01/aspek-perseroan-perbankan-perasuransian.html