Young Excecutive
Selasa, 06 Agustus 2019
Rabu, 16 Januari 2019
Penerapan Oil Damper Pada Tokyo Skytree (Universitas Gunadarma Review)
Oil damper adalah sebuah teknologi peredam gempa yang memanfaatkan cairan berupa oli yang berguna untuk mereduksi beban yang disebabkan oleh energi gerak (kinetik), pada pengaplikasiannya oil damper terbagi menjadi dua yaitu :
1. Fluid Viscous Damper (FVD)
Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur bangunan menjadi lebih elastis dan mampu meredam guncangan gempa. Dengan mengaplikasikan peralatan FVD, gempa rencana yang dipikul elemen struktur menjadi lebih kecil. Sehingga, dengan kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan struktur bangunan ketika gempa terjadi.
1. Fluid Viscous Damper (FVD)
Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur bangunan menjadi lebih elastis dan mampu meredam guncangan gempa. Dengan mengaplikasikan peralatan FVD, gempa rencana yang dipikul elemen struktur menjadi lebih kecil. Sehingga, dengan kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan struktur bangunan ketika gempa terjadi.
(Gambar 1.1 Bentuk FVD)
FVD merupakan alat peredam gempa yang berfungsi sebagai disipator energi, dengan cara memberikan perlawanan gaya melalui pergerakan yang dibatasi. Gaya yang diberikan oleh FVD timbul, akibat adanya gaya luar yang berlawanan arah, bekerja pada alat tersebut. Peralatan ini bekerja, dengan menggunakan konsep mekanika fluida dalam mendispasikan energi.
Pada perkuatan FVD kolom berfungsi sebagai pegas. FVD mampu mereduksi tegangan dan defleksi yang terjadi secara simultan (bersamaan), karena gaya FVD yang bekerja sebanding dengan perubahan kecepatan stroke-nya (stroking velocity). Mekanisme kerja ini, dianalogikan seperti suspensi atau shock absorbser pada mobil, yang digunakan untuk mengatur pergerakan pegas di posisi tumpuan. Gaya redaman yang dibutuhkan relatif kecil, dibandingkan gaya yang dipikul pegas, akibat beban kendaraan dan beban guncangan.
Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum. Dengan, demikian penggunaan FVD sebagai alat peredam struktur, tidak akan meningkatkan beban pada kolom akibat gaya yang dikeluarkan FVD, karena saat terjadi gempa dan gaya damper maksimum, tegangan kolom justru minimum.
2. High Damping Device (HiDam)
Jepang adalah salah satu negara yang sering dilanda gempa, sehingga para engineer di jepang dituntut untuk dapat mengatasi kerusakan bangunan akibat guncangan gempa sehingga mengurangi korban jiwa dan materi.
Alat peredam gempa ini adalah hasil penelitian dan pengembangan laboraturium Kobori, afiliasi perusahaan kontraktor Kajima. Di Jepang sendiri, alat ini berhasil diaplikasikan pada gedung-gedung tinggi dan struktur khusus lainnya. Untuk HiDAM pada bagian struktur atas sebagai respon pasif juga mulai banyak diaplikasikan. Hal ini penting, karena berdasarkan simulasi, jika gempa berkekuatan 7-8 magnitude mengguncang Tokyo, maka lebih dari sepertiga areanya akan luluh lantah, dengan banyak korban jiwa. Sekilas mengenai prinsip kerja HiDAM, secara umum hampir sama dengan FVD taylor device . Yakni kedua alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20 %. Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa dan kerusakan bangunan, serta telah memenuhi kriteria konvensional gempa di Jepang.
(Gambar 1.2. Detail HiDam)
Tokyo Skytree
(Gambar 1.3. Tokyo Skytree)
Tower pemancar sinyal televisi dan radio ini juga difungsikan sebagai tower observasi. Berlokasi di Sumida, Tokyo, bangunan ini memiliki ketinggian 634 meter. Tower ini pun menjadi bangunan dengan struktur tertinggi setelah Burj Khalifa. Bangunan ini memiliki dasar denah berbentuk segitiga yang berubah menjadi lingkaran ke atasnya. Denah bentuk segitiga memang dianggap kokoh dan dapat menjaga kestabilan bangunan dan lingkaran yang berada pada bagian atasnya dapat mengantisipasi hembusan angin pada ketinggian dari berbagai arah.
(Gambar 1.4. Detail Oil Damper)
Tokyo Skytree menggunakan oil damper yang berlokasi di ketinggian 125 meter dari bawah kolom pusatnya. Kolom pusat atau tengah ini berfungsi sebagai penyeimbang sehingga rangka luar bangunannya dapat ikut bergerak ketika gempa terjadi. Sedangkan sistem peredam getar akan menjaga gravitasi tower agar selalu seimbang pada bagian atasnya dengan bagian bawah. Selain adanya kolom ini, pondasi bangunan ini juga didesain tahan gempa dengan empat tiang pancang dan beton bertulang dikedalaman 50 meter dibawah tanah sehingga memiliki dasar yang kuat.
Sumber :
Hyperlink :
Nama : Wisnu Maulana
Kelas : 4TA02
NPM : 17315190
Dosen Pembimbing : I Kadek Bagus Widana Putra
Fakutlas Teknik Sipil Dan Perencanaan
UNIVERSITAS GUNADARMA
Minggu, 06 Januari 2019
Arbritrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi
Arbitrase
dan Alternatif penyelesaian sengketa (1).
|
||
UU NO. 30
TAHUN 1999
|
||
Datun
|
||
Pengertian
|
||
1
|
Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak
yang bersengketa.
Para pihak
adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdta maupun hukum public.
Perjanjian
arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantun
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum sengketa, atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.
|
|
2.
|
Undang-undang
ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam
suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang
secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul
atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan
dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
|
|
3.
|
Pengadilan
Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah
terikat dalam perjanjian arbitrase.
|
|
4.
|
Dalam hal
para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan
melalui arbitase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter
berwenang menetukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak
jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
|
|
5.
|
Sengketa
yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdaganagn dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundnag-undnagan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Sengketa
yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
|
|
Sumber:
Aspek Penataan Ruang dan Perijinan untuk melaksanakan Proyek Pembangunan
Pendahuluan
Secara geografis, letak Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera
sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara
ekosistem, kondisi alamiah Indonesia sangat khas karena posisinya yang berada
di dekat khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis, yang merupakan
aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Di samping
keberadaan yang bernilai sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada
kawasan rawan bencana, yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa.
Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional
harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu terpadu,
efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Konsep
Dasar Hukum Tata Ruang
Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga
masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep
dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945
aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya,
dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara
atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada Negara
untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut
mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan,
mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan
yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya
untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti
Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya
tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan
terarah.
Kriteria
Kota
Untuk menetapkan apakah sesuatu konsentrasi permukiman itu
sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum, maka perlu ada kriteria yang
jelas untuk membedakannya. Salah satu kriteria yang umum digunakan adalah
jumlah dan kepadatan penduduk. Bagi kota yang sebelumnya sudah berstatus
kotamadya atau sudah dikenal luas sebagai kota, maka permasalahannya adalah
berapa besar sebetulnya kota tersebut, misalnya ditinjau dari sudut jumlah
penduduk ataupun luas wilayah yang termasuk dalam kesatuan kota.
Menggunakan jumlah penduduk berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan, seringkali hasilnya tidak tepat untuk menggam-barkan besarnya
sebuah kota, karena belum memenuhi persyaratan sebagai wilayah kota.
Pada kondisi lain, kota itu sebetulnya sudah melebar
melampaui batas administrasinya, artinya kota itu telah menyatu dengan wilayah
tetangga yang bukan berada pada wilayah administrasi tersebut. Dalam
menganalisa fungsi dan menetapkan orde perkotaan, maka luas dan penduduk
didasarkan atas wilayah kota yang benar-benar telah memiliki cirri-ciri
perkotaan. Permasalahan bagi konsentrasi pemu-kiman atau bagi kota kecil (ibukota
kecamatan) adalah apakah konsentrasi itu dapat dikategorikan sebagai kota atau
masih sebagai desa. Jadi, perlu menetapkan kriteria apakah suatu lokasi
konsentrasi itu sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai kota atau belum.
Beberapa
kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai
berikut :
a.
Kepadatan penduduk per kilometer persegi;
b.
Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya adalah pertanian
atau non pertanian;
c.
Persentase rumah tangga yang memilki telepon;
d.
Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik;
e.
Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas pendidikan, pasar,
tempat hiburan, komplek pertokoan, dan fasilitas lain seperti hotel, billiard,
diskotek, karaoke dan lain-lain. Masing-masing fasilitas diberi skor (nilai).
Atas dasar skor yang dimiliki desa/kelurahan maka dapat ditetapkan
desa/kelurahan tersebut masuk dalam salah satu kategori berikut, yaitu
perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan kecil dan pedesaan.
Penataan ruang khusus untuk perkotaan sebenarnya sudah
dimulai sejak zaman Belanda. Setelah kemerdekaan, ada pengaturan baru sejak
tahun 1985 berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pekerjaan Umum dalam perencanaan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama
tersebut Departemen Dalam Negeri bertangggung jawab di bidang administrasi
perencanaan kota, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab di
bidang teknik (tata ruang) kota.
Atas dasar pembagian wewenang itu, Menteri Pekerjaan
Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986 tentang
Perencanaan Tata Ruang Kota, dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana
pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait
dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang kota yang dituju dalam kurun waktu
tertentu dimasa yang akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun
untuk 20 tahun ke depan dan dibagi dalam tahapan lima tahanan.
Perencanaan Tata
Ruang Wilayah Kota
Penyusunan rencana
tata ruang wilayah kota mengacu pada:
·
Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
·
pedoman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
·
rencana
pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan
rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan:
·
perkembangan
permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota;
·
upaya
pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota ;
·
keselarasan
aspirasi pembangunan kota ;
·
daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
·
rencana
pembangunan jangka panjang daerah;
·
rencana
tata ruang wilayah kota yang berbatasan; dan
·
rencana
tata ruang kawasan strategis kota.
Muatan, Fungsi, dan
Jangka Waktu Rencana Tata Ruang
Rencana tata ruang
wilayah kota memuat:
·
tujuan,
kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota ;
·
rencana
struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana
wilayah kota ;
·
rencana
pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung
kota dan kawasan budi daya kota;
·
penetapan
kawasan strategis kota;
·
arahan
pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; dan
·
ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif,
serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang
wilayah kota menjadi pedoman untuk:
·
penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang daerah;
·
penyusunan
rencana pembangunan jangka menengah daerah;
·
pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota;
·
mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
·
penetapan
lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
·
penataan
ruang kawasan strategis kota.
Rencana tata ruang wilayah
kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan
administrasi pertanahan. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah
provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
Rencana tata ruang wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
Ruang Terbuka Hijau
Ketentuan perencanaan
tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis
mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan:
rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
·
rencana
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
·
rencana
penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan
untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi
dan pusat pertumbuhan wilayah.
https://id.scribd.com/doc/173672519/Konsep-Dasar-Hukum-Tata-Ruang
http://www.penataanruang.com/perencanaan-tata-ruang-wilayah-kota.html
Aspek Agraria dalam Pembangunan
Definisi
Agraria merupakan hal-hal yang terkait dengan pembagian,
peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan
dengan pertanahan. Dalam banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam
pengertian luas, agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena
terkait dengan pengolahan lahan.
Agraria bukanlah cabang ilmu, melainkan sekumpulan perangkat yang
mengatur aspek hukum terkait
dengan lahan. Geodesi merupakan
alat dasar bagi agraria untuk menentukan ukuran lahan, sedangkan ilmu administrasi dan peraturan hukum merupakan
alat pokok dalam keagrariaan.
Undang-Undang Pokok Agraria (secara resmi
bernama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria) adalah undang-undang yang mengatur tentang dasar-dasar dan
ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional
di Indonesia.
Hal itu mencakup dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan pokok, hak-hak atas tanah,
air dan ruang angkasa serta pendaftaran tanah, ketentuan-ketentuan pidana dan
ketentuan peralihan.
Hukum Agraria Nasional
UUD 1945 meletakkan dasar politik agraria nasional
yang dimuat dalam pasal 33 ayat (3) nya yaitu“Bumi, air, dan kekeyaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Ketentuan ini bersifat imperative yaitu
mengandung perintah kepada negara agar bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya yang diletakkan dalam penguasaan negara itu dipergunakan
untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
untuk menyesuaikan Hukum Agraria colonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah
Indonesia merdeka, yaitu
1. Menggunakan kebijaksanaan dan tafsir
baru
2. Penghapusan hak-hak konversi
3. Penghapusn tanah partikelir
4. Perubahaan peraturan persewaan tanah
rakyat
5. Peraturan tambahan untuk mengawasi
pemindahan hak atas tanah
6. Peraturan dan tindakan mengenai
tanah-tanah perkebunan
7. Kenaikan canon dan cijn
8. Larangan dan penyelesaian soal
pemakaian tanah tanpa ijin
9. Peraturan perjanjian bagi hasil(tanah
pertanian)
10. Pengalihan tugas dan wewenang
agraria
Faktor-faktor Penting dalam
Pembangunan Hukum Agraria Nasional
Menurut Notonagoro, Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pembangunan Hukum Agraria nasional, adalah :
1. Faktor Formal, yaitu
Keadaan hukum agraria di Indonesia sebelum diundangkannya UUPA merupakan
keadaan peralihan, keadaan sementara waktu, berdasarkan pada
peraturan-peraturan yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-peraturan
peralihan yang terdapat dalam pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara (UUDS)
1950, pasal 192 Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) dan pasal 2 Aturan
peralihan UUD 1945.
2. Faktor Material, yaitu
Hukum Agraria mempunyai sifat dualisme hukum yang meliputi hukum subjek maupun
objeknya menurut hukumnya disatu pihak berrlaku Hukum Agraria Barat yang diatur
dalam KUH Perdata, dipihak lain berlaku Hukum Agraria adat yang diatur dalam
hukum adat. Oleh karena itu setelah Indonesia merdeka, maka sifat dualisme
hokum agraria colonial ini harus diganti dengan sifat unifikasi (kesatuan)
hukum yang berlaku secara nasional.
3. Faktor Ideal. Dari
factor ideal (tujuan negara) sudah tentu tujuan Hukum Agraria kolonial tidak
cocok dengan tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam alinea IV Pembukaan
UUD 1945 dan tujuan penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Hukum Agraria kolonial dibuat untuk kepentingan pemerintah Hindia
Belanda, Eropa, Timur asing, sedangkan Hukum Agraria nasional dibuat dengan
tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Untuk
itu Hukum Agraria kolonial harus diganti dengan Hukum Agraria Nasional yang
diarahkan kepada terwujudnya fungsi bumi, air, dan kekayaan alamyang terkandung
didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
4. Faktor Agraria Modern. Faktor-faktor
agraria modern terletak dalam lapangan-lapangan : Lapangan Sosial, ekonomi,
etika,idiil fundamental factor-faktor inilah yang mendorong agar dibuat Hukum
Agraria Nasional
5. Faktor Ideologi
Politik. Indonesia sebagai bangsa dan negara mempunyai keterkaitan
hidup dengan negara-negara lain. Dalam menyusun Hukum Agraria
nasional mengadopsi Hukum Agraria negara lain sepanjang tidak bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945.
Asas-asas hukum agraria
1. Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga
Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh
mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara
laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.
2. Asas dikuasai oleh Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)
3. Asas hukum adat
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar
hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi
negatifnya
4. Asas fungsi social
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan
tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum,
kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)
5. Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap
WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah
6. Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA
tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini
tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI
berhak memilik hak atas tanah.
7. Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian
didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam
bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat
bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan
agraria (pasal 12 UUPA)
8. Asas unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang
diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang
berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan
hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings
beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan
segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan
kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak
ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau
bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
ASPEK PERSEROAN, PERBANKAN, PERASURANSIAN & PERPAJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
Definisi aspek
perseroan?
Perseroan terbatas
atau biasa dikenal dengan istilah PT adalah suatu persekutuan untuk menjalankan
usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memilki
bagian sebanyak saham yang dimilkinya, karena modalnya terdiri dari saham-saham
yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan
tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan terbatas pada zaman dahulu
dikenal dengan sebutan Naamloze Vennootschaap (NV) atau Corporate Limited,
serikat dagang benhard (SDN BHD).
Perseroan
Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk usaha yang diakui di Indonesia.
Keberadaannya menjadi penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia,
sehingga pemerintah pun mengeluarkan undang-undang yang khusus mengenai PT.
Organ
PT berarti organisasi yang menyelenggarakan perusahaan (PT) yang pada dasarnya
terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ memiliki
fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Secara sederhana, struktur organ PT dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)
RUPS adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan atau anggaran
dasar.
2. Direksi perseroan
Direksi adalah
organ perseroan yang wewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar persidangan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
3. Dewan Komisaris Perseroan
3. Dewan Komisaris Perseroan
Adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada
direksi.
Perbankan.
Berdasarkan
ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank adalah usaha yang
berbentuk lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki
kelebihan dana (surplus of fund) dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (lack of fund), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya
untuk motif profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Apasih fungsi dari
perbankan?
Menurut
Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development,
dan agent of services.
a. Agent of
trust
Dasar
utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun
dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila
dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan
disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan
bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik
kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan
dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur
kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan
pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur
mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada
saat jatuh tempo.
b. Agent of
Development
Kegiatan
perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat
dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter
tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran
dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil.
Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi,
kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya
penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini
tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of
Service
Di
samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa
ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas.
Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang
berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
Pajak penghasilan
jasa konstruksi atau PPh jasa konstruksi adalah pajak penghasilan yang
dikenakan pada usaha yang bergerak di bidang konstruksi.
1. Dasar hukum
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008, pada
pasal 4 ayat 2 tertera bahwa penghasilan berupa usaha jasa konstruksi dikenakan
tarif final.
Oleh karena itu, perlu perlakuan
berbeda dalam pengenaan pajaknya. Kemudian, pemerintah menerbitkan PP No. 51
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi. Peraturan inilah yang menjadi dasar hukum pemberlakuan pajak
penghasilan jasa konstruksi.
2. Pengertian jasa konstruksi
Jasa konstruksi mencakup seluruh
pekerjaan yang berlangsung dari tahap awal hingga tahap akhir suatu bangunan
tuntas dikerjakan. Maka, pajaknya dapat dikenakan mulai dari tahap konsultasi,
persiapan pembangunan, pembangunan, dan penyelesaian tahap akhir bangunan
tersebut. Dalam jasa konstruksi, ada beberapa istilah yang perlu Anda ketahui
dengan cermat.
2. Tarif
Pengenaan tarif PPh
jasa konstruksi kepada wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang
memperoleh pendapatan dari jasa konstruksi dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu yang memiliki klasifikasi usaha dan yang tidak memiliki klasifikasi
usaha.
4. Tata cara pemotongan
Ada dua hal yang perlu Anda
perhatikan terkait tata cara pemotongan PPh. Pertama, jika pengguna
jasa merupakan instansi/badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
bentuk usaha tetap, atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak, maka PPh akan dipotong oleh pengguna jasa ketika
pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Hal berbeda terjadi jika pengguna
jasa tidak termasuk dalam kelompok pertama tadi, maka PPh tersebut harus
disetor langsung oleh penerima penghasilan tersebut ketika pembayaran uang muka
dan termin dilakukan. Dengan kata lain, penyedia jasa langsung membayarkannya
lewat kantor pajak, sementara pengguna jasa akan memperoleh surat pemberitahuan
pemotongan PPh tersebut.
5. Tata Cara Pembayaran
Untuk tata cara pembayaran PPh jasa
konstruksi, jika PPh terutang lewat pemotongan dari pengguna jasa,
maka penyetoran pajak dibayarkan ke bank persepsi atau kantor pos. Tenggat
waktu pembayaran ini adalah tanggal 10 bulan berikutnya sesudah akhir masa
pajak. Jika PPh terutang dibayarkan oleh penyedia jasa, maka penyetoran
dilakukan ke tempat yang sama selambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya
sesudah masa pajak berakhir. Kemudian, wajib pajak diharuskan untuk
memberitahukan laporan pemotongan dan/atau penyetoran pajak tersebut melalui
surat pemberitahuan masa ke KPP atau KP2KP, selambatnya 20 hari sesudah masa
pajak berakhir.
sumber:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Leaflet%20Jasa%20Konstruksi.pdf
http://akbarfebriansyah.blogspot.com/2019/01/aspek-perseroan-perbankan-perasuransian.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Leaflet%20Jasa%20Konstruksi.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)