Minggu, 06 Januari 2019

Definisi hukum-hukum dalam pembangunan


Hukum merupakan seperangkat kaidah,norma serta nilai-nilai yang tercermin dalam masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan yang tidak dibolehkan untuk dilaksanakan. Dalam pandangan Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir Hukum, 30) hukum dimanifestasikan dalam wujud: 


1.     Hukum sebagai kaidah (hukum sebagai sollen); dan
2.     Hukum sebagai kenyataan (hukum sebagai sein).

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa yang utama adalah hukum sebagai kenyataan dimana memuat keseluruhan kaidah social yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi yang ada dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu definisi hukum menurut Prof. Achmad Ali yaitu: “Hukum adalah seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam kehidupan bermasyarakatnya. Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam kehidupannya. Jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.” Berdasarkan pandangan di atas maka kita dapat menggambarkan bagaimana hukum itu menjadi sangat penting untuk mengatur tatanan kehidupan bernegara. Akan tetapi hal tersebut dirasa tidak mudah ketika kita mengkaji hukum itu dalam kenyataanya di masyarakat. Prof.Mochtar Kusumaatmadja, dalam bukunya yang berjudul Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangungan Nasional yang dikutip dalam buku Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir Hukum, 47): “kesulitan dalam menggunakan hukum sebagai suatu alat untuk mengadakan perubahan-perubahan masyarakat ialah harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian bagi masyarakat.” Oleh karena itu kajian hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat memiliki persoalan yang lebih kompleks karena melibatkan keseluruhan aspek lain dari kehidupan manusia. Jika demikian bagaimana hukum bisa diketahui berhasil atau tidak dalam suatu masyarakat. Tentunya harus diketahui dulu indikatornya. Prof.Achmad Ali ( Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, 236) menjelaskan bahwa keberhasilan hukum indikatornya adalah mampu tidaknya hukum mewujudkan “harmonisasi” di antara warga masyarakat, dan ketika harmonisasi telah terwujud, maka itu dianggap perwujudan dari ide keadilan, juga kedamaian senantiasa melahirkan kemanfaatan bagi masyarakat sebagai suatu totalitas. 

A.2. Pembangunan 

Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Beberapa ahli di bawah ini memberikan definisi tentang pembangunan,1 yakni: 


·         (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
·         (Johan Galtung) Pembangunan merupakan suatu upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial.
·         (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004) Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi.
·         Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.

Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja merupakan Teori Hukum Pembangunan yang sangat eksis di Indoensia, dan yang menjadi salah satu penyebab eksisnya di Indonesia adalah karena Teori Hukum Pembangunan tersebut diciptakan oleh orang Indonesia, dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia yang Pluralistik. Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja juga memakai kerangka acuan pada pandangan hidup masyarakat serta bangsa Indonesia yang meliputi struktur, kultur, dan substansi, yang sebagaimana dikatakan oleh Lawrence F. Friedman. Pada dasarnya memberikan dasar fungsi, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, dan hukum sebagai suatu sistem yang sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang.
Dimensi dan ruang lingkup Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja adalah merupakan modifikasi dan adaptasi dari Teori Roscoe Pound yaitu “Law as a Tool of Social Engineering”. Selain itu, Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja juga dipengaruhi cara berfikir Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach). Kemudian teori dan cara berfikir tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Laswell dan Mc. Dougal, dalam pemikiran mereka menyatakan bahwa betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya serta pengemban hukum praktis dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di satu sisi efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Selain itu dalam Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja ditambahkan adanya tujuan Pragmatis (demi pembangunan) sebagaimana masukan dari Roscoe Pound dan Eugen Ehrlich. Dari hal-hal tersebut, terdapat korelasi antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama antara penstudi hukum dan pengemban hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori hukum, teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan praktis. Mochtar Kusumaatmadja juga secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat menjadi hukum sebagai sarana, untuk membangun masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena apabila konsep hukum sebagai “alat” maka akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme” sehingga penggunaannya terbatas karena hanya merupakan alat.
Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa “Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan”.
Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama oleh para murid-muridnya dengan “Teori Hukum Pembangunan” atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua) aspek yang melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu :
1.     Ada asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan menghambat perubahan masyarakat.
2.     Kenyataan di dalam masyarakat Indonesia telah terjadi perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum modern.
Oleh karena itu, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan tujuan pokok hukum bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya. Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban. Fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : “Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan”.
Berdasarkan tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yaitu :
1. Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;
2.    Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.
Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa “hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan”. Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk memahami hukum tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi juga meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen hukum itu (asas, kaidah, lembaga, proses) bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi.



Daftar Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar