Hukum merupakan seperangkat kaidah,norma serta nilai-nilai yang
tercermin dalam masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan yang tidak
dibolehkan untuk dilaksanakan. Dalam pandangan Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir
Hukum, 30) hukum dimanifestasikan dalam wujud:
1.
Hukum sebagai kaidah (hukum sebagai
sollen); dan
2.
Hukum sebagai kenyataan (hukum
sebagai sein).
Selanjutnya beliau menambahkan bahwa yang utama adalah hukum sebagai
kenyataan dimana memuat keseluruhan kaidah social yang diakui berlakunya oleh
otoritas tertinggi yang ada dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu definisi
hukum menurut Prof. Achmad Ali yaitu: “Hukum adalah seperangkat kaidah atau
ukuran yang tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain
yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta
benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam
kehidupannya. Jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.”
Berdasarkan pandangan di atas maka kita dapat menggambarkan bagaimana hukum itu
menjadi sangat penting untuk mengatur tatanan kehidupan bernegara. Akan tetapi
hal tersebut dirasa tidak mudah ketika kita mengkaji hukum itu dalam
kenyataanya di masyarakat. Prof.Mochtar Kusumaatmadja, dalam bukunya yang
berjudul Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangungan Nasional yang dikutip
dalam buku Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir Hukum, 47): “kesulitan dalam
menggunakan hukum sebagai suatu alat untuk mengadakan perubahan-perubahan
masyarakat ialah harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian bagi
masyarakat.” Oleh karena itu kajian hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat
memiliki persoalan yang lebih kompleks karena melibatkan keseluruhan aspek lain
dari kehidupan manusia. Jika demikian bagaimana hukum bisa diketahui berhasil
atau tidak dalam suatu masyarakat. Tentunya harus diketahui dulu indikatornya.
Prof.Achmad Ali ( Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, 236) menjelaskan
bahwa keberhasilan hukum indikatornya adalah mampu tidaknya hukum mewujudkan
“harmonisasi” di antara warga masyarakat, dan ketika harmonisasi telah
terwujud, maka itu dianggap perwujudan dari ide keadilan, juga kedamaian
senantiasa melahirkan kemanfaatan bagi masyarakat sebagai suatu totalitas.
A.2. Pembangunan
Pembangunan adalah semua proses
perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Beberapa ahli di bawah ini memberikan definisi tentang pembangunan,1 yakni:
·
(Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan
yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
·
(Johan Galtung) Pembangunan merupakan
suatu upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual
maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik
terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial.
·
(Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004)
Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk
menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara
untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi.
·
Siagian (1994) memberikan pengertian
tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”.
Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja merupakan Teori Hukum
Pembangunan yang sangat eksis di Indoensia, dan yang menjadi salah satu
penyebab eksisnya di Indonesia adalah karena Teori Hukum Pembangunan tersebut
diciptakan oleh orang Indonesia, dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat
Indonesia yang Pluralistik. Teori Hukum Pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja juga memakai kerangka acuan pada pandangan hidup masyarakat serta
bangsa Indonesia yang meliputi struktur, kultur, dan substansi, yang sebagaimana
dikatakan oleh Lawrence F. Friedman. Pada dasarnya memberikan
dasar fungsi, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, dan hukum sebagai
suatu sistem yang sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai Negara yang
sedang berkembang.
Dimensi dan ruang lingkup Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja
adalah merupakan modifikasi dan adaptasi dari Teori Roscoe Pound
yaitu “Law as a Tool of Social Engineering”. Selain itu, Teori Hukum
Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja juga dipengaruhi cara berfikir Herold
D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach).
Kemudian teori dan cara berfikir tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada
di Indonesia.
Laswell dan Mc. Dougal,
dalam pemikiran mereka menyatakan bahwa betapa pentingnya kerja sama antara
pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya serta pengemban hukum
praktis dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di satu sisi
efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Selain
itu dalam Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja ditambahkan adanya
tujuan Pragmatis (demi pembangunan) sebagaimana masukan dari Roscoe
Pound dan Eugen Ehrlich. Dari hal-hal tersebut, terdapat korelasi
antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama antara
penstudi hukum dan pengemban hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori
hukum, teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan praktis.
Mochtar Kusumaatmadja juga secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai
alat menjadi hukum sebagai sarana, untuk membangun masyarakat.
Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan
keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan
mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan
kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu.
Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk
tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lebih
jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari
hukum sebagai alat karena apabila konsep hukum sebagai “alat” maka akan
mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme”
sehingga penggunaannya terbatas karena hanya merupakan alat.
Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa “Hukum
merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat
fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat
memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan
dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di
sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan
tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi kita berarti
masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki
fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat
itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan
ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum,
menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam
proses pembaharuan”.
Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan ini akhirnya
diberi nama oleh para murid-muridnya dengan “Teori Hukum Pembangunan”
atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua) aspek yang
melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu :
1.
Ada asumsi bahwa hukum tidak dapat
berperan bahkan menghambat perubahan masyarakat.
2.
Kenyataan di dalam masyarakat Indonesia
telah terjadi perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum modern.
Oleh karena itu, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan tujuan pokok hukum
bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok
bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya
keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya.
Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam
pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat
mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal
tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban. Fungsi hukum dalam masyarakat
Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan
ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi
lebih daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” dengan
pokok-pokok pikiran sebagai berikut : “Mengatakan hukum merupakan “sarana
pembaharuan masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan
atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu
yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung
dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti
kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau
sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang
dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan”.
Berdasarkan tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi
sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja, yaitu :
1. Ketertiban atau keteraturan dalam
rangka pembaharuan atau pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan
dipandang mutlak adanya;
2. Hukum dalam arti kaidah atau peraturan
hukum memang dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan
dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.
Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa “hukum
yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat
kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi
harus pula mencakup lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum
itu dalam kenyataan”. Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk memahami
hukum tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi juga meliputi lembaga
dan proses. Keempat komponen hukum itu (asas, kaidah, lembaga, proses)
bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam
arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa
peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen hukum yang diperlukan
untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui
pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya
melalui mekanisme yurisprudensi.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar